Beginilah Seharusnya Kita Berakhlak Pada Kaum Muslimin

Oct 17 • Aqidah • 1389 Views • No Comments on Beginilah Seharusnya Kita Berakhlak Pada Kaum Muslimin

Oleh : Ustadz Abu Ukkasyah Wahyu Al-Munawy

Adil adalah kata-kata yang mudah untuk diucapkan. Namun dalam penerapannya, ialah sesuatu yang berat untuk dilakukan. Banyak orang yang mengaku telah berbuat adil, namun kenyataannya mereka adalah orang-orang yang jauh dari keadilan itu.

Akhir, akhir ini kita sering mendengar seorang alim atau da’i yang dihujat karena satu kesalahannya. dan Yang melakukannya adalah orang-orang yang mengaku sebagai penuntut ilmu syar’i dan mengaku sebagai pengikut “manhaj salaf”.

Tentu kita sangat bahagia jika mereka mengaku seperti itu, sebab ini menunjukkan kecintaan mereka pada manhaj yang mulia itu. Namun, apakah perbuatan mereka dengan menghujat, mencela, tidak menjawab salam, memboikot dan memvonis kaum muslimin sebagai orang-orang yang keluar dari manhaj salaf hanya yang berbeda dengan mereka , merupakan akhlak dan manhaj para salaf?

Tentu kita harus cermat dalam menilainya. Sebab, pada hakikatnya ada ulama yang memiliki sifat seperti itu, namun ini adalah satu kesalahan yang tidak boleh diikuti.

Saya teringat dengan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, dia berkata:

Hendaknya seseorang mengatahui bahwa pada seorang yang agung pada ilmu dan agamanya, dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang selain mereka dari kalangan ahli bait dan selain mereka, kadang terjatuh pada kesalahan berupa ijtihad yang didasari pada prasangka dan hawa nafsu yang samar. Sehingga, hal itu menyebabkannya tidak boleh diikuti, walaupun terjadi pada para wali Allah yang bertakwa. Pada perkara seperti ini, jika ia terjadi, maka akan menimbulkan fitnah bagi dua kelompok.

Kelompok pertama, akan mengagungkan wali Allah yang bertakwa itu, akan membenarkan kesalahan yang dilakukannya dan mengikutinya walau pada perkara yang salah.

Kelompok kedua, akan menjadikan kesalahannya itu sebagai suatu cacat atau keburukan, memburukkan kewalian dan ketakwaanya, kebaikan-kebaikannya, hingga pada perkara dirinya sebagai ahli surga bahkan pada keimanannya. Akhirnya mereka mengeluarkannya dari keimanan. Kedua sisi ini merupakan sesuatu yang rusak (tidak benar). Orang-orang Khawarij, Syiah dan selain mereka dari kalangan pengikut hawa nafsu, dapat dimasuki karena sifat ini.

Maka siapa saja yang menempuh jalan keadilan, niscaya dia akan mengagungkan siapa yang berhak untuk diagungkan dan dicintai. Dia akan memberikan pada setiap orang hak-hak mereka. Sehingga dia akan mengagungkan kebenaran dan memiliki sifat berkasih sayang terhadap sesama makhluk. Dia mengetahui bahwa pada diri seseorang, terdapat padanya kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan, sehingga berhak untuk dipuji dan berhak pula untuk dicela, berhak untuk mendapatkan ganjaran, berhak pula untuk mendpatkan hukuman.

Dia berhak mendapatkan kecintaan dari satu sisi dan berhak mendapatkan kebencian dari satu sisi. Dan ini merupakan madzhab Ahlussunnah wal Jamaah, yang memebedakannya dengan kelompok Khawarij, Mu’tazilah dan orang-orang yang sepakat dengan mereka. (Minhajus Sunnah an-Nabawiyah: 4/ Minhajus Sunnah an-Nabawiyah: 4/ 327)

Satu contoh tentang Ibnu Hazm, dia adalah seorang yang menafikan sifat-sifat Allah, bahkan menjadikan salah satu makhluk Allah sebagai nama bagi Allah azza wajalla, yaitu ad-Dahr (waktu).Tentu ini merupakan kesalahan fatal dalam akidah yang tidak boleh diikuti, yang jika saja terjadi pada seorang ulama zaman ini, niscaya orang yang mengucapkannya akan ditahdzir, dicela, dihujat, dianggap bukan sebagai ulama, diboikot, ditinggalkan, tidak diagungkan bahkan dikeluarkan dari Ahlusunnah wal Jamah.

Tapi simaklah ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menyebutnya, dia berkata: “Demikian pula Abu Muhammad Ibnu Hazm atas apa yang telah dia tulis dari al-Milal wa an-Nihal, maka dia berhak untuk dipuji karena sesuainya dia dengan sunnah dan hadits, seperti apa yang dia sebutkan dalam masalah takdir dan irja atau yang selainnya. Berbeda dengan perkaatan-perkaataanya yang menyendiri akan pengutamaannya terhadap para sahabat”

Demikian pula apa yang dia sebutkan dalam permasalahan sifat, maka dia berhak untuk dipuji karena sesuai dengan Ahlussunnah dan Ahli hadits, sebab dia menetakpan hadits-hadits yang shahih, mengagungkan para salaf dan para imam ahli hadits. Dia juga mengucapkan perkataan yang sesuai dengan imam Ahmad dalam permasalahan Al-Qur’an dan masalah lainnya. Sungguh tidak perlu diragukan lagi bahwa dia (Ibnu Hazm) sesuai dengan Imam Ahmad dan mereka dalam beberapa perkara.

Akan tetapi, Asy’ari dan yang sepertinya lebih banyak kesesuaiannya dengan imam Ahmad Bin Hambal dan orang-orang sebelumnya dari kalangan para imam dalam perkara Al-Qur’an dan sifat-sifat Allah. Walaupun Ibnu Hazm, keyakinannya dalam masalah takdir dan iman lebih lurus dari selainnya. Dia lebih mengetahui ilmu hadits dan lebih memuliakan ilmu hadits dan para ahli hadits dari selainnya, akan tetapi perkataannya bercampur dengan ucapan orang-orang filsafat dan kelompok mu’tazilah dalam masalah sifat, yang memalingkan dirinya dari ahli hadits dalam makna-makna madzhab mereka. Akhirnya, dia sesuai dengan ahli hadits dalam lafazh dan sesuai dengan kelompok filsafat dan mau’tazilah dalam makna. Yang seperti inilah yang membuat dirinya dicela oleh para ahli fiqih,ahli kalam dan ulama ahli hadits , karena mengikuti hadits secara zahir dan tidak secara batin. (Majmu’ al-Fatawa: 9)

Ya, begitulah para ulama bersikap terhadap ulama lainnya. Mereka mengetahui bahwa manusia tidak ada yang sempurna, tidak lepas dari kesalahan. Karena nya, kesalahan yang ada pada ulama lainnya tidak menjadikan mereka membencinya secara membabi buta, hingga melupakan seluruh kebaikannya, memperlakukannya dengan kasar dan melecehaknnya, akan tetapi mereka memperlakukan para ulama dengan kaidah-kaidah keadilan dan keinshafan. Membenci kesalahannya namun tetap memuliakan mereka pada kebaikan-kebaikan mereka, sebab itu adalah hak mereka.

Imam adz-Dzahabi rahimahullah ketika menyebutkan Qatadah Ibnu Di’amah As-Sadusi (Seorang Ahli Tafsir yang berpaham Qadariyah), dia berkata:

ثم إن الكبير من أئمة العلم إذا كثر صوابه ، وعلم تحريه للحق ، واتسع علمه ، وظهر ذكاؤه ، وعرف صلاحه وورعه واتباعه يغفر له زللة ، ولا نضلله ونطرحه وننسى محاسنه ، نعم : لانقتدي به في بدعته وخطئه ونرجو له التوبة من ذلك
Kemudian seorang ulama besar dari ulama-ulama pewaris ilmu, jika dia memiliki banyak kebaikan dan diketahui upayanya untuk selalu berhati-hati agar senantiasa berada di atas kebenaran, ilmunya luas dan nampak kecerdasannya, dan diketahui padanya akan kesalihan, kewara’an dan ittiba’nya, maka kesalahan-kesalahannya dimaafkan. Tidak boleh kita menyesatkannya, melemparkannya dan melupakan kebaikan-kebaikannya. Benar, kita tidak boleh mengikuti bid’ah dan kesalahan yang dia lakukan, namun kita berharap agar dia telah bertaubat dari itu”. (Siyar A’lam an-Nubala: 9/325)

Demikian pula yang dilakukan oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah ketika membela Ibnu Nashr al-Marwazy rahimahullah dia berkata:

“Jika seandainya setiap imam melakukan kesalahan dalam ijtihad pada salah satu masalah, dimana itu merupakan kesalahan yang bisa dimaafkan, lalu kita justru bangkit untuk menuduhnya sebagai ahli bid’ah dan meninggalkannya. Niscaya tidak aka nada seorangpun yang selamat dari kita”. (Siyar A’lam an-Nubala: 27/38)

Dalam satu nasehatnya,syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata:

• Milikilah selalu sikap inshaf. Karena sifat ini tidak akan menutup matamu dari keutamaan seseorang. Dan jika saudaramu berbuat dosa, maka janganlah engkau bahagia dengan dosanya itu.

• Jauhilah para pembuat-pembuat fitnah, dai-dai yang gemar membuat fitnah.

• Ketahuilah, bahwa melempar tuduhan dan fitnah kepada para dai padahal mereka meniti jalan Ahlussunnah, adalah sebuah upaya untuk menghancurkan dakwah, menghilangkan kepecayaan orang terhadapnya dan memalingkan manusia dari kebaikan. (Tashnifun an-Nas Baina azh-Zhanni Wal Yakin: 79)

kata kunci : menilai kaum muslimin menilai kaum muslimin menilai kaum muslimin

 

Baca Juga >>

Kami dan Tarbiyah

Pengantar Aqidah : Ushuluddin, dan Kaitannya dengan Manhaj

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

« »