Toleransi & Makna Perayaan Natal
Oleh : Saftani Muhammad Ridwan
(Ketua Arimatea Sul-Sel)
Tulisan berikut bukan mengulas sejarah natal yang sudah sering kita baca dari berbagai sumber, namun sekedar menambah wawasan kita seputar perayaan dan apa sebenarnya makna natal.
Natal bermakna kelahiran, yang diperingati oleh umat kristiani sebagai hari kelahiran Yesus kristus yang mereka yakini sebagai anak Tuhan. Penetapan tanggal 25 Desember sebenarnya juga adalah hasil kesepakatan pendeta saja karena tidak seorangpun yang mengetahui hari lahir Yesus. Mayoritas sekte kristiani dari 38.000 sekte di dunia ini (berdasar data Eksiklopedi Katholik : David Bennet thn.2000) merayakan natal pada tgl.25 Desember, namun sekte-sekte lain bisa berbeda.
Saksi Yehowa yang merupakan sekte yang dianggap diluar arus utama dalam kekristenan merayakan natal pada bulan Oktober. Sementara gereja ritus Timur seperti Ortodoks merayakannya pada awal Januari biasanya tanggal 7. Sementara Gereja Armenian merayakannya pada 19 Januari, ada juga 20 Mei (Zodiak Taurus) seperti yang diamalkan Clement Alexander, 17 Juni (Zodiak Gemini) sesuai pendapat David Rineke-Astronom Australia, akhir September & awal Oktober menurut pendapat Pdt.Benyamin Obadyah dari Jerussalem Center, atau antara Maret-April-November sebagaimana pendapat DR.JL.Ch.Abineno dalam buku Katekisasi Perjanjian Baru. Lantas manakah yang benar ?. Yah, ini adalah persoalan mereka. Kita tidak perlu membahasnya.
Namun perlu dipahami bahwa tradisi Natal merupakan tradisi tahunan yang melibatkan banyak kepentingan, seperti kepentingan bisnis yang banyak dimanfaatkan oleh para penggemar Santa untuk mempromosikan pernak-pernik Natal seperti topi santa, pohon natal dsb. Sebenarnya tanpa ini natal tetap sah, karena esensi natal adalah liturgy (ibadat) pada hari natal yang biasanya diisi dengan khutbah pendeta, ekaristi dan nyanyian pujian dan syukur. Namun karena tradisi Eropa lebih dominan sebagaimana agama Kristen paling banyak dianut oleh masyarakat Eropa maka tradisi Santa lah yang paling popular saat Natal. Namun inipun perlu dipertanyakan karena kisah-kisah fiksi berpengaruh terhadap pola pikir umat kristiani di dunia ini. Tidak heran jika pada hari Natal di seluruh dunia sering digambarkan sebagai saat datangnya Santaclaus yang datang dengan menggunakan kereta terbang yang ditarik oleh beberapa ekor anjing atau rusa kutub yang terbang ke langit dan berbagai kisah fiksi lainnya yang sama sekali tidak masuk akal. Anehnya lagi, masih banyak umat kristiani berpendidikan yang percaya kepada hal-hal tersebut.
Perlu juga dipahami bahwa mulai tanggal 25 Desember sampai 1 Januari merupakan bagian dari hari raya Natal itu sendiri. Bahkan ini berlanjut hingga 6 Januari, sehingga total masa bergembira perayaan Natal adalah dua pekan dan hari keenam awal tahun merupakan akhir masa natal. Inilah yang disebut dengan Epifani, atau akhir masa natal. Epifani(Yunani) sbnarnya bermakna hari penampakan kristus yg ditandai pada tgl.6 Januari. Sehingga gereja ritus Timur seperti Ortodoks melakukan natal justeru pada akhir masa natal gereja Barat (Katolik dan Protestan) pada tanggal 7 Januari, mungkin mereka tidak ingin tasyabbuh dengan gereja Barat kali yah…
Maka perlu dipahami juga bahwa perayaan tahun baru merupakan bagian dari ibadah umat kristiani, karena pada 31 Desember malam hari mereka juga melakukan misa atau ibadat di Gereja yang disebut dengan ibadat tutup tahun yang biasanya diisi dengan doa serta pengharapan untuk awal tahun yang lebih baik. Ibadat ini berlanjut pada 1 Januari pagi yang juga dilakukan di gereja yang disebut dengan ibadat awal tahun. Sayangnya saat mereka beribadat justeru banyak umat Islam yang sibuk dengan terompet dan petasan.
Bagaimana dengan kaum muslimin khususnya pejabat yang ikut merayakan natal bersama umat kristiani. Fatwa Majelis Ulama mengenai Haramnya perayaan Natal Bersama sudah sangat jelas, namun alasan logis perlu kita berikan agar mereka dapat memahaminya dan semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka.
Agama Kristen tidak memiliki sistem ibadah yang bersifat terbuka yang sama untuk semua Denominasi kristen sebagaimana dalam Islam. Karena itulah, setiap sekte atau Gereja memiliki tata cara ibadah yang khas, yang berbeda satu dengan lainnya. Setiap Gereja, pada setiap zaman, dan setiap tempat, dapat membuat kreasi sendiri dalam ibadah. Karena itu, dalam konsep Kristen tidak mudah untuk menentukan mana yang ibadah atau ritual, dan mana yang non-ritual atau yang seremoni. Misalnya, acara-acara KKR di berbagai hotel atau lapangan, apakah dikategorikan sebagai ibadah atau seremoni?. Konsep kenabian (prophecy) dalam agama Kristen berbeda dengan konsep kenabian dalam Islam. Umat Islam memiliki tata cara ibadah yang satu, karena ada contohnya yang jelas, yaitu sunnah Nabi Muhammad Shalallallhu alaihi wa sallam. Ke mana pun umat Islam pergi dan dimana pun, kapanpun, orang Islam shalat dengan cara yang sama. Umat Islam takbir, ruku, sujud, dengan cara yang sama. Bahkan, sejumlah aliran yang disebut menyimpang dalam Islam masih memiliki tata cara ibadah yang mirip. Dalam Islam sistem ibadah tidak berubah, sudah sempurna sejak zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (QS.5:3).
Karena itu bagi umat Islam mudah menentukan mana yang ritual dan mana yang non-ritual. Shalat Idul Fitri adalah ritual, tetapi kunjungan ke rumah-rumah setelah shalat Ied atau makan ketupat rame-rame adalah tradisi, non-ritual. Karena itulah, dalam fatwa MUI tentang PNB yang dikeluarkan tanggal 7 Maret 1981 disebutkan bahwa Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah.
Untuk menjernihkan masalah ibadah dan seremoni dalam Natal, bagus juga kita tengok sejarah peringatan Natal itu sendiri. Sulitnya memisahkan antara yang ibadah dan yang seremoni dapat disebabkan karena tradisi ini tidak muncul di zaman Yesus dan tidak pernah diperintahkan oleh Yesus. Maka, bagaimana bisa ditentukan, mana yang ibadah dan mana yang seremoni?. Maka ketika mereka mengatakan bahwa penggunaan topi santa yang sering dipaksakan kepada karyawan/karyawati muslim di perusahaan mereka hanya sekedar memeriahkan dan tidak terkait dengan esensi ibadah natal itu sendiri. Ini sulit diterima karena topi santa justeru hanya muncul pada hari Natal, sementara pada hari raya lainnya seperti Jumat Agung atau paskah atau kenaikan Yesus Kristus tidak ada penggunaan topi Santa. Artinya Santaclaus secara spesifik terkait dengan ibadah natal. Lantas mengapa pula mereka mengajak-ngajak umat Islam memeriahkan hari natal mereka, apakah mereka tidak pede… dengan merayakannya sendiri secara internal.?, Lakum dinukum waliyadin.
Banyak dari mereka tidak memahami bahwa mereka mengira dengan merayakan natal di luar tanggal 25 Desember tidak terkait lagi dengan ibadah ritual, padahal masa natal adalah mulai 25 Desember hingga masa epifani 6 Januari, sehingga seluruh perayaan selama dua pekan tersebut masuk dalam kategori ibadah. Beberapa pejabat pemerintahan yang beragama Islam di daerah hingga setingkat presiden biasanya diundang merayakan natal bersama di luar tanggal 25 Desember. Pemahaman pejabat tersebut bahwa mereka tidak ikut perayaan ritual inti yakni tanggal 25, sehingga dianggap hanya sekedar menjaga sikap toleransi dengan umat kristiani, padahal masa antara 25 Desember sampai satu pekan di awal Januari itu masih masa Natalan. Itulah sebabnya kegiatan Natal bersama juga senantiasa disetting antara tanggal tersebut dan tidak pernah panitia natal melakukannya pada tanggal 2 Desember atau 15 Januari karena di luar masa epifania.
Ada perkataan bijak mengatakan : “Sebuah kesalahan jika ia dipropagandakan terus menerus maka suatu ketika akan diterima sebagai sebuah kebenaran oleh orang-orang yang tidak memahaminya”
Sekalipun kebenaran sebuah agama dipahami sangat subjektif oleh masing-masing pemeluknya namun alasan-alasan ilmiah dan rasional tetap diperlukan untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki. Maka dialog antar pemeluk agama berdasarkan kajian teologis, sejarah dan kitab suci tetap diperlukan dalam konteks dakwah dan membangun sikap toleransi sesuai makna sesungguhnya. Makna toleransi yang sebenarnya yaitu membiarkan mereka menjalankan agamanya. Disinilah perlunya kita juga mempelajari ajaran agama lain untuk mengetahui hakekat kebenaran dan hekekat kebathilan, wallahu ta’ala a’lam.
Semoga bermanfaat…
Sumber:
buku-buku kekristenan, situs-situs kristen, majalah-majalah Islam, dan dialog-dialog pribadi dengan misionaris serta pendeta.
Baca Juga >>
Mengkaji Ulang Makna Toleransi