Hukum mengqadha’ puasa wajib orang yang sudah meninggal
Kitab Bulughul Maram Hadits nomor 679
Dari Aisyah Radhiyallahu’anha, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda :
«مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
“Barangsiapa yang meninggal sementara ia punya hutang puasa, maka walinyalah yang mempuasakan untuknya.” Muttafaqun Alaih
Derajat hadits :
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1952), dan Muslim (1147) dari jalan Ubaidillah bin Abu Ja’far, dari Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair, dari Urwah, dari Aisyah.
Penjelasan hadits :
1. Semua jenis utang yang ditinggalkan mayyit (orang meninggal) wajib untuk dibayar, baik utang itu kepada Allah ﷻ berupa kewajiban seperti zakat dan puasa, atau utang kepada manusia berupa harta.
2. Orang yang paling berhak untuk membayar utang mayyit adalah ahli warisnya dimana baginya kewajiban untuk berbakti kepada mayyit.
3. Konteks hadits menunjukkan wajibnya menunaikan utang atau qadha’ puasa yang ditinggalkan mayyit, baik itu puasa wajib seperti ramadhan atau puasa nadzar.
4. Jika si mayyit mempunyai beberapa orang ahli waris, maka boleh membagi hutang puasanya kepada mereka, baik ia laki-laki atau wanita, baik dilakukan oleh beberapa orang dalam satu hari sekaligus kecuali jika puasa itu disyaratkan berturut-turut seperti kaffarah, maka tidak boleh dilakukan sehari sekaligus melainkan seorang diantara mereka berpuasa kemudian yang lainnya melanjutkannya.
5. Ulama berbeda pendapat hukum mengqadha’ puasa orang yang sudah meninggal menjadi tiga pendapat :
– Tidak boleh mengqadha’ puasanya, baik itu puasa wajib ramadhan atau nadzar. Ini pendapat tiga madzhab.
– Boleh mengqadha’ utang puasa nadzar saja tanpa puasa ramadhan. Ini pendapat madzhab Ahmad dan dipilih oleh Ibnul Qayyim.
– Boleh mengqadha’ utang puasa mayyit yang sebelum meninggalnya ia mampu untuk melakukannya akan tetapi ia tidak melakukannya. Begitu juga boleh mengqadha’ utang puasa wajib ramadhannya. Ini pendapat Ibnu Hazm dan beberapa ulama hadits dari kalangan syafi’iyyah begitu juga dengan Syeikhul Islam Ibn Taimiyah dan pendapat ini yang kuat karena hadits diatas umum mencakup puasa wajib ramadhan dan juga nadzar. Wallahu a’lam.
✒️ Abul Qasim Ayyub Soebandi, Lc, MA. حفظه الله
Related Posts
« Dosa besar: Syririk, Durhaka, kesaksian Palsu & Perkataan Dusta Hukum bersilaturrahim kepada keluarga & orang tua yang non muslim »